Berbagi Cerita, Saya Kena Covid 19 Kedua Kalinya (Seri 05) :
Jumat Yang Tak Menentu …
Kisah ini diawali hari Jumat. Hari sesudah kami melakukan tes swab di hari Kamis. Jumat berkah atau Jumat musibah. Jumat celaka atau Jumat sukacita. Apapun namanya, semua berawal di hari ini. Kami tidak berani menamai dengan yang buruk, karena bagaimana pun juga semua hal harus selalu disyukuri. Namun dalam liku-liku kehidupan, toh kita tidak hanya mengalami situasi yang menyenangkan. Ada kalanya situasi penuh kedukaan pun harus kita lewati. Semua bertujuan untuk menguatkan manusia batin kita. Perjalanan bersama dengan Tuhan itu pasti baik, meskipun tidak selalu manis dirasakan.
Jumat pagi, 30 September 2022. Saya merasa bahwa fisik saya sudah aman. Sudah baik dan sudah terkendali. Memang sih masih ada batuk sedikit. Tenggorokan juga masih terasa sakit buat menelan. Tapi tidak terlalu mengganggu. Secara aktivitas, saya juga masih kuat untuk berjalan kesana kemari. Oleh karena itu saya memutuskan untuk tetap berangkat mengajar pagi itu. Bukankah Kepala Sekolah hanya mengijinkan saya tidak masuk hari Kamis kemarin. Hari Jumat belum ada perpanjangan ijin. Saya juga merasa fit. Tidak perlu ijin lagi.
Namun di lain pihak, Nara kondisinya masih belum sehat. Panas badannya masih belum terkendali. Kadang aman, kadang masih menggigil. Pagi hari Jumat itu dia pun masih merasa kesakitan. Batuk-batuknya pun masih sering. Dia masih belum siap untuk aktivitas belajar di sekolah hari itu. Istri juga masih belum diijinkan masuk oleh Kepala Sekolahnya. Apalagi hasil tes swab belum keluar. Kalau saya merasa tidak ada masalah dengan kondisi tubuh. Sekali lagi, ini penyebabnya pasti karena perubahan cuaca. Ga’ kepikiran dengan Covid. Ga’ ada urusan.
Sekitar Pkl. 06.50 saya sudah tiba di sekolah. Saya menyapa murid-murid yang sudah berdiri berjajar di selasar ruang SMP seperti biasanya. Ada Kevin, Ben, Reza dan Samuel. Ada juga Holy, Aurel dan Kezia serta Ailicia. Mungkin ada yang terlewatkan, tapi pagi itu saya sudah semangat untuk menunaikan tugas lagi. Saya segera bergegas menuju ruang guru. Saya melihat beberapa guru sudah hadir. Terlihatlah Ms. Niar, Ms. Janti yang duduk berderet di sisi kiri pintu. Tampak pula Mr. Rannu, Kepala Sekolah SMP yang duduk di sisi tengah sebagaimana umumnya. Mr. Agung yang biasanya datang lebih pagi, kali itu belum menampakkan diri.
Menjelang Pkl. 07.00, Mr. Rannu mengajak kami semua untuk turun ke ruang guru SD. Sebagaimana hari-hari umumnya, Pkl. 07.00 semua guru dari PG, TK, SD dan SMP berkumpul untuk berdoa bersama memulai aktivitas harian. Mr. Agung yang datang belakangan pun segera bergabung. Saya menyampaikan ijin pada Mr. Rannu untuk tidak ikut doa pagi dulu. Saya tidak mau jadi sasaran pertanyaan. Oleh karena hasil tes swab belum keluar kok saya sudah masuk. Saya menjelaskan sekali lagi pada Mr. Rannu, saya sakit ini karena perubahan cuaca. Bukan karena Covid, sekalipun ada siswa kelas 6 yang terpapar Covid. Mr. Rannu pun memahami dan mengijinkan saya untuk tidak mengikuti doa pagi.
Saya berada di ruang guru sendirian. Menunggu teman-teman guru yang doa pagi kembali naik ke ruangan SMP. Sekitar sepuluh menit kemudian, guru-guru mulai masuk ke ruang guru satu per satu. Mr. Rannu menyampaikan bahwa ada beberapa guru SD yang tidak masuk hari itu. Sebagian karena sakit. Salah satu diantaranya Ms. Vivi, yang saya tau sejak Rabu malam sudah batuk-batuk dan merasa kurang sehat. Padahal Ms. Vivi ini koordinator kerohanian. Hari jumat banyak sekali tugas kerohanian yang harus dia tangani.
Mr. Rannu sebagai atasan saya langsung sempat berujar “Waduh mister. Berarti anda ini tidak diharapkan untuk terlihat. Bagaimana kalau di ruang guru saja, jangan menampakkan diri. Kalau mau pulang pun, saya ijinkan sudah…”. Dengan perasaan gamang, tidak menentu harus bagaimana, saya pun menyetujui saran Mr. Rannu. “Baik pak, saya pulang saja. Tapi saya tunggu tepat jam 07.30 saja. Saat siswa SD sudah mulai masuk. Jadi ketika saya turun, tidak banyak yang tahu…”. Kepala Sekolah pun menyetujui ide saya.
Pkl. 07.30 tepat, saya mulai turun dengan mengendap-endap supaya tidak ketahuan banyak orang. Melewati lantai 3 aman. Lantai 2 pun lolos. Begitu menjejakkan kaki di lantai 1, dua guru TK yaitu Ms. Eva dan Ms. Fita menyapa saya dan bertanya “Loh kemana pak…”. Saya pun terkejut dan berusaha tenang, saya menjawab “cari konsumsi untuk SMP…”. Berbohong tipis-tipis jadinya. Tidak mungkinlah saya kabari kalau saya dipulangkan karena hasil tes swab belum jelas. Biar saja mereka nanti tahu dengan sendirinya tentang kondisi saya.
Saya pun segera kabari istri kalau saya dipulangkan. Istri sempat kaget tapi ya menyadari situasi yang ada. Saya memacu motor Revo 2012 dengan segera. Ingin sampai rumah menumpahkan segala perasaan yang carut marut tak menentu. Sampai di rumah, saya ceritakan kronologi situasi di sekolah. Ada perasaan jengkel, kecewa dan menyesal tumpah ruah jadi satu. Sedih dan tidak terima. Tapi siapa harus disalahkan, tidak jelas juga. Bagaimana pun episode kehidupan harus dijalani. Entah bagaimana jalan ceritanya ke depan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar