Berikut ini kami sampaikan kesaksian dari Rita, rekan sepelayanan kami yang tinggal di Polewali, Sulawesi Barat. Dua tahun yang lalu beliau menghubungi kami untuk didoakan masalah rumah tangganya. Saat itu suami beliau meninggalkan beliau dan keluarga dikarenakan perbedaan iman yang mereka yakini. Bu Rita merupakan pengikut Kristus, sedangkan suaminya yaitu Adhy berstatus seorang Muslim. Mereka bukan saja berstatus beda keyakinan, tapi menurut saya juga mempermainkan Tuhan.
Bagaimana tidak, untuk menyenangkan orang tua pihak
laki-laki mereka berdua menikah secara siri. Namun di lain kesempatan, untuk
menyenangkan keluarga pihak perempuan, mereka juga melakukan pemberkatan nikah
di gereja. Adhy, saat diberkati di gereja menyatakan diri pindah agama menjadi Kristen.
Bahkan dia mengikuti ritual adat setempat dengan makan daging babi dan anjing
sebagai tanda sah masuk Kristen. Namun Adhy tidak mau dibaptis, pernikahan pun
dilakukan dengan segera. Usai pernikahan, Adhy masih bersedia mencatatkan diri
sebagai beragama Kristen dalam kartu keluarga yang mereka buat. Namun tentu
saja semua dituliskan hanya sebagai syarat saja, hanya untuk legalitas di kartu
identitas. Saat itu mereka tinggal di rumah orang tua Rita.
Nah satu kali Adhy merasa tidak mau berpura-pura terlalu
lama. Dia akhirnya meninggalkan istrinya untuk pulang ke rumah orang tuanya di
Pare-Pare, Sulawesi Selatan. Dia diminta oleh orang tuanya untuk kembali pada
iman yang sebelumnya. Kalau mau, istrinya yaitu Rita juga pindah iman mengikuti
suaminya supaya bisa tinggal bersama satu atap di rumah keluarga suami. Tentu
saja Rita tidak mau mengikuti keyakinan suaminya. Nah pada kebuntuan inilah
Rita menghubungi kami untuk minta didoakan dan diberikan penguatan serta
solusi.
Kami menyampaikan pada Rita supaya dia bertobat dan
berbalik pada Tuhan dengan segenap hati. Hal ini dikarenakan menurut saya, dia
sudah mempermainkan Tuhan. Sebentar ikut Islam, sebentar ikut Kristen. Semua hanya
demi legalitas pernikahan. Saat itu dia menangis dan menyadari kekeliruannya. Saya
mencoba mengarahkan bahwa kekristenan itu bukan semata agama, namun sebuah
hubungan yang intim antara kita dengan Kristus. Dalam hubungan itu ada kehendak
Tuhan yang diikuti, ada kebenaran yang harus ditaati dan kehidupan yang penuh
dengan interaksi yang indah antara kita dengan Bapa di Surga.
Saya ingat, bulan September 2018, ibu Rita ini menyatakan
komitmennya untuk mengikut Kristus dengan sungguh-sungguh. Dia bahkan
mengucapkan komitmen untuk menerima Yesus sebagai Juru Selamat pribadi, sesuatu
yang selama ini tidak pernah dilakukan meskipun dia beragama Kristen sejak
lahir. Sejak saat itu dia bergabung dengan pelayanan kami untuk bertumbuh dalam
iman secara benar. Beliau mengikuti program baca Alkitab setiap hari secara
rutin selama sekitar dua tahun ini. Dia bertekad tidak mau lagi mempermainkan
Tuhan Yesus.
Seringkali suaminya mengajak dia untuk pindah iman supaya
bisa hidup bersama lagi, namun Bu Rita tetap berkeras tidak mau meninggalkan
Tuhan Yesus. Jadilah hubungan mereka berjauhan, karena terpisah jarak, waktu
dan iman. Suami beliau yaitu Pak Ardhy masih memberi nafkah pada putri mereka
yang masih kecil, sebagai bentuk tanggung jawab seorang ayah. Ucapan cerai pun
sempat terlontar dari suami karena istri tidak mau mengikuti iman suami. Namun selama
itu mereka hanya berhubungan melalui HP, karena tidak bisa saling jumpa. Komunikasi
pun sempat memburuk. Pertengkaran tak berujung sering pula terjadi.
Waktu terus berjalan, Bu Rita tetap bertahan dalam
komitmen sebagai pengikut Kristus yang tidak bisa diubah lagi. Di satu sisi,
Bpk Ardhy juga tidak mau meninggalkan ‘keimanannya di seberang’. Mereka pun
mulai bisa menjalin komunikasi dengan baik, karena pada dasarnya mereka berdua
masih saling menyayangi. Apalagi ada putri kecil mereka yaitu Melody yang masih
membutuhkan kasih sayang orang tua. Rita selama hidup tanpa suami, dia
mengandalkan sokongan keuangan dari orang tua untuk membiayai kehidupan
anaknya. Sementara setiap bulan, Ardhy juga transfer meskipun jumlahnya tidak
menentu dan tidak besar. Hal ini dikarenakan Ardhy sudah bekerja namun masih
berstatus pegawai baru.
Namun masalah besar terjadi ketika awal Juli pihak orang
tua Rita memberi deadline tentang hubungan mereka berdua. Rita diberikan waktu
selama satu bulan untuk menentukan keputusan. Mau mengikut orang tua atau
mengikut suami. Kalau mengikut orang tua, dia harus menceraikan suami dan tetap
menjadi pengikut Kristus. Namun kalau memilih mengikut suami, dia tidak akan
dianggap sebagai anak lagi ditambah kekuatiran bahwa nantinya dia akan dipaksa
untuk pindah iman oleh suami. Semua buntu, tidak bisa dengan mudah memilih
salah satu untuk meninggalkan satu pihak.
Rita beberapa kali menghubungi kami untuk minta
pertimbangan dan didoakan. Oleh hikmat Tuhan, kami pun menjawab bahwa lebih
baik ikut suami sambil meyakinkan pada suami bahwa dia tidak akan memaksa untuk
meninggalkan iman pada Kristus. Mengapa kami berani menyampaikan supaya
mengikuti suami, oleh karena ketika sejak menikah maka sesungguhnya istri dan
suami menjadi satu bagian yang tidak terpisahkan. Tanpa bermaksud merendahkan
orang tua yang masih ada. Pertimbangan ini memang tidak mudah, Rita ditekan
oleh pihak keluarga untuk meninggalkan suaminya. Kalau memilih ikut suami, dia
akan dicoret dari hak waris keluarga.
Kami pun tetap memberikan pertimbangan supaya meyakinkan
pada pihak suami untuk tidak memaksakan dia pindah iman. Kami mendapatkan
informasi dari Rita bahwa pihak keluarga Ardhy ternyata tidak masalah kalau dia
tetap beriman Kristen. Mamaknya yang semula keras hati pun sudah luluh mau
menerima menantunya ini dengan baik. Ardhy juga tidak masalah kalau pun mereka
beda keyakinan iman. Saya pernah menyarankan untuk hidup sendiri di luar
keluarga Adhy maupun Rita, sebenarnya mereka setuju untuk angsur rumah namun
karena Covid ini akhirnya keuangan Ardhy pun terkendala.
Waktu terus berjalan, bapak dan mamaknya Rita setiap hari
marah-marah dengan alasan yang makin melebar. Dia akan ungkap semua perbuatan
Ardhy yang dianggap berbohong ketika menikah di gereja. Orang tua Rita akan
membongkar pada orang tua Ardhy yang selama ini tidak mengetahui bahwa ada
pernikahan di gereja. Mereka juga menyampaikan bahwa Rita akan mengalami
kehidupan yang sengsara bila meninggalkan orang tua dan memilih Ardhy yang
tidak seiman. Ceraikan saja suamimu, nanti akan dapat pendamping yang baru. Demikian
kata-kata orang tua dan keluarga besarnya. Pada intinya, keluarga Rita akan
mempermalukan keluarga Ardhy bila nantinya mereka datang ke rumah.
Rita juga sempat sharing pada grup WA rohani di luar grup
kami. Teman-teman grup itu malah “menyampaikan suara Tuhan” yang berupa
peringatan pada Rita. Kamu ini lebih menyayangi Tuhan Yesus atau suamimu yang
adalah manusia. Apalagi suaminya tidak seiman. Jangan salah memilih, itu
kata-kata mereka. Mereka berkata supaya meninggalkan suaminya dan Tuhan pasti
akan memberikan pendamping yang seiman. Rita pun kembali bertanya pada kami “Bagaimana
ini pak pendeta, saya harus bersikap apa”. Saya pun dengan hikmat dari Roh
Kudus menjawab bahhwa kalau hubungan kalian masih pacaran, kalimat yang
diucapkan teman-temanmu itu benar. Namun kalian sudah diberkati di gereja, maka
tidak bisa sembarangan menyuruh orang untuk bercerai. Sudah tentu berat sekali
untuk berpisah dengan orang yang dicintai, lalu mengharapkan menikah lagi dengan
orang yang belum tentu dicintai.
Saat minta pertimbangan pada kami, penguatan demi
penguatan terus kami sampaikan supaya tetap semangat bertahan untuk tidak cerai
dari suami. Masalah memang sulit, tapi bukan berarti tidak ada solusinya. Kami terus
dukung dalam doa, baik secara langsung melalui hubungan telpon maupun dalam doa
pribadi. Minggu ketiga Juli, Ardhy datang bersama mamaknya untuk meminta Rita
tinggal bersama mereka. Orang tua Rita yang semula keras hati dan penuh dengan
kekecewaan, tiba-tiba saja hatinya melunak. Dia bisa menerima kedatangan Ardhy
dan mamaknya dengan baik.
Setelah pertemuan itu, ternyata ada lagi satu penghalang.
Bapaknya Ardhy tidak setuju kalau di KTP dan KK Ardhy masih berstatus Kristen. Rita
pun menangis lagi, kami sampaikan pada Rita tidak ada masalah. Identitas agama
masih bisa diubah, urus saja identitas Ardhy untuk kembali menjadi Islam. Kami tetap
mendukung doa untuk Rita. Bapaknya Ardhy pun pada akhirnya setuju untuk
menerima Rita tinggal bersama mereka. Dia bahkan membuat surat pernyataan
bermeterai yang isinya tidak akan memaksakan keimanan agama mereka pada Rita.
Hari ini tepat 06 Agustus 2020, kami menerima kabar
gembira dari Rita. Setelah surat pernyataan dari bapaknya Ardhy diserahkan pada
orang tua Rita, dia pun boleh keluar rumah dengan hati tenang untuk tinggal
bersama suaminya. Orang tua Rita pun melepas dengan penuh kasih sayang, tanpa
emosional. Semua terjadi karena kasih karunia Tuhan. Doa dan air mata yang
disampaikan selama dua tahun, tidak menjadi sia-sia. Tuhan Yesus sanggup
pulihkan keluarga ini dengan cara yang ajaib.
Meskipun demikian, bukan berarti kami membenarkan
tindakan untuk menikah dengan tidak seiman lalu nanti bertobat. Kasus yang
dialami oleh Rita ini dikarenakan dia tidak hidup dalam pemahaman Firman Tuhan
secara benar dan masih hidup di luar kasih Tuhan. Kami tetap meyakini, apa yang
sudah diberkati dalam pernikahan kudus tidak akan mudah untuk dipisahkan. Bahkan
kami menyarankan untuk tetap berdoa bagi keselamatan suaminya untuk mau
menerima Yesus sebagai Juru Selamat pribadi. Demikian kesaksian yang kami
sampaikan untuk menjadi berkat. Tetap setia sampai garis akhir. Tuhan Yesus
memberkati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar